ILMU PELAYARAN
Ilmu pelayaran
merupakan
suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan cara untuk melayarkan sebuah
kapal dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan selamat aman dan
ekonomis.
Sebagai
Negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, sejak lama masyarakat
Indonesia telah melakukan pelayaran secara tradisional, dengan dibekali
pengetahuan secara turun-temurun.
Perkembangan
ilmu pelayaran berawal sejak manusia menggunakan laut untuk berenang,
menyelam, berperahu dan dalam mengambil sumber daya alam yang berada di
laut, misalnya seperti ikan, udang, kepiting dan lain-lain.
Keingintahuan yang dalam mengenai samudra menimbulkan minat untuk
melakukan berbagai pelayaran.
Pengalaman
dan pengetahuan perlahan didapatkan mulai dari cara mengemudikan kapal,
menggunakan angin untuk berlayar, mengetahui perubahan arus dan
gelombang dan mengetahui pengaruh bintang dan matahari terhadap kondisi
laut. Aktivitas pelayaran yang meningkat seiring dengan waktu
mengakibatkan manusia tersebar dari pulau ke pulau.
Ilmu
pelayaran diperoleh nenek moyang secara otodidak. Selama pelayaran,
para penjelajah maupun pedagang mengumpulkan dan menukarkan informasi
dari hasil pengamatan mereka mulai dari morfologi pantai hingga pada
jalur pelayaran. Mereka menyajikannya dalam bentuk peta yang awalnya
masih sederhana.
Penggunaan
peta pun mulai populer di kalangan pedagang dan penjelajah untuk
menggambarkan letak suatu daerah. Bagaimanapun, para penjelajah pada
saat itu masih mendapat kesulitan dalam menentukan arah yang tepat.
Pada
zaman itu juga ditemukan bahwa bumi memiliki medan magnet di bagian
Utara dan Selatan. Penemuan ini kemudian dikembangkan dalam pembuatan
kompas untuk menunjukkan arah dalam melakukan pelayaran, yang merupakan
unsur penting dalam pelayaran.
Sebab,
ia menjadi alat navigasi yang membantu menentukan arah dan tempat. Alat
lain yang juga dibutuhkan adalah astrolobe, untuk menentukan lokasi
menurut pengukuran tinggi matahari. Pelaut kita sudah mengenal kompas
dari kapal-kapal Arab dan Persia yang sudah berabad-abad datang ke
perairan Indonesia.
Pelayaran
besar di masa yang lalu telah memberi kontribusi terhadap ilmu
pengetahuan mengenai laut baik secara fisik, kimia dan biologi. Kemajuan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan instrumen/alat
yang bisa mengukur dengan ketepatan dan ketelitian. Inovasi teknologi
telah menjadi kritis pada Perang Dunia II.
Berbagai
instrumen seperti sonar, radar, pendetektsi tekanan, dan perekam
kedalaman dikembangkan. Baik sarana seperti kapal-kapal modern di buat
sebagai alat transportasi antar pulau dengan kecepatan dan kapasitas
penumpang yang cukup besar.
Kapal bawah laut juga diciptakan untuk meneliti keadaan di bawah laut, baik itu bentuk dari dasar laut maupun biota-biota laut.
Secara garis besar ilmu pelayaran dapat dibagi atas :
1.
Ilmu Pelayaran Datar, yaitu Ilmu Pelayaran yang menggunakan benda
bumiawi (Pulau, Gunung, Tanjung, Suar, dlsb),sebagai pedoman dalam
membawa kapal dari satu tempat ke tempat lain
2.
Ilmu Pelayaran Astronomis, Yaitu Ilmu Pelayaran yang menggunakan benda
benda angkasa (Matahari, Bulan, Bintang,dlsb), sebagai pedoman dalam
membawa kapal dari satu tempat ke tempat lain
3.
Navigasi Electronics, Yaitu Ilmu Navigasi yang berdasarkan atas alat
alat elektronika seperti radio pencari arah (RDF). RADAR,LORAN, DECCA,
dlsb.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki saat ini, telah
memberikan kemudahan dalam berbagai pelayaran. Sistem navigasi yang
semakin modern memudahkan kita untuk mengetahui arah pelayaran dengan
cermat.
Kita
juga dapat mengetahui posisi dari kapal yang sedang berlayar dan dapat
berhubungan langsung dengan orang lain sehingga tidak terjadi tabrakan.
ARAH MATA ANGIN DALAM ILMU PELAYARAN
Dalam
teori dasar Ilmu Pelayaran Datar (IPD) ada yang namanya arah mata angin
yang merupakan lingkaran 360° (360 derajat) bumi dari utara ke utara
lagi,yang terdiri dari empat inti utama yakni Utara,Timur,Selatan,Barat,
dan di jabarkan lagi ke 16 anak2nya (emangnya manusia ?) yang
masing-masing memiliki sudut sebesar 22,5° (22,5 derajat) sehingga
menjadi seperti ini:
U: Utara = 000° (nol derajat)
UTL: Utara Timur Laut = 022.5° (22.5 derajat)
TL: Timur Laut = 045° (45 derajat)
TTL: Timur Timur Laut = 067.5° (67.5 derjat)
UTL: Utara Timur Laut = 022.5° (22.5 derajat)
TL: Timur Laut = 045° (45 derajat)
TTL: Timur Timur Laut = 067.5° (67.5 derjat)
T: Timur = 090° (90 derajat)
TMG: Timur Menenggara = 112.5°
T: Tenggara = 135°
SMG: Selatan menenggara = 157.5°
TMG: Timur Menenggara = 112.5°
T: Tenggara = 135°
SMG: Selatan menenggara = 157.5°
S: Selatan = 180°
SBD: Selatan Barat Daya = 202°
BD: Barat Daya = 225°
BBD: Barat Barat Daya = 247.5°
SBD: Selatan Barat Daya = 202°
BD: Barat Daya = 225°
BBD: Barat Barat Daya = 247.5°
B: Barat = 270°
BBL: Barat Barat Laut = 292.5°
BL: Barat Laut = 315°
UBL: Utara Barat Laut = 337.5°
Dan kembali lagi ke utara sehingga menjadi 360 derajat.
BBL: Barat Barat Laut = 292.5°
BL: Barat Laut = 315°
UBL: Utara Barat Laut = 337.5°
Dan kembali lagi ke utara sehingga menjadi 360 derajat.
Dalam
ke 16 (enam belas) arah mata angin diatas masih ada juga anak-anaknya
hingga menjadi 32 arah, yang didalam ilmu pelayaran di sebut 32 surat,
dimana satu tiap-tiap surat memiliki sudut sebesar 11,25° (sebelas koma
duapuluh lima derajat).
Penghitungan
diatas menjadi patokan dasar dalam berlayar, apalagi berlayar koboy
alias manual tanpa ada alat2 navigasi pelayaran seperti Global
Positioning Sytem (GPS), Radar, dsb.
Komentar
Posting Komentar